(2019)
Tahun baru, lembaran baru.
Banyak cerita indah yang tertulis pada tahun ini.
Tgl 10 Januari, Sumpah Dokter sebagai pembuka yang mengawali cerita indah lainnya.
![]() |
| Penanda tanganan lembar sumpah dokter |
![]() |
| Ocha dan keluarga setelah prosesi Sumpah Dokter |
Lebih dari cita-cita,
Ia merupakan sekumpulan harapan kuat dengan latar belakang cerita yang untuk mengingatnya pun saya harus siap untuk memberanikan diri.
-----
(2006)
Kala itu, saya sedang menonton TV di siang hari sepulang sekolah.
Acara TV yang sebenarnya saya tonton, hanya karena kebetulan ada salah satu orang lombok didalamnya.
Biasanya saya sangat excited, tapi tidak kali ini.
Ada perasaan aneh.
Perasaan yang seolah-olah memberitahu bahwa ada sesuatu yang tidak beres, sesuatu yang mengganjal.
Benar saja.
15 menit kemudian telepon di kamar mamah-bapak berdering.
Ada perasaan waswas kala itu,
Haruskah saya mengangkatnya?
Mengapa perasaan saya aneh?
Atau Haruskah saya mengabaikannya saja?
*angkat*
"Halo assalamu'alaikum, ini ocha?"
"Nggih, niki tiang. Sai niki?"
"Ini kak ida, cha."
Deg!!!
Entah mengapa tangis saya pecah.
Kak ida (sapaannya) adaah anak sahabat mama yang bertugas sbg perawat di RSU Provinsi NTB kala itu.
"Cha, mamah ocha minta kak ida telepon ocha. Nanti ada yang sopir yang jemput ocha, daep dan asraf di rumah pejeruk. Ocha siap-siap nggih, nanti akan diantar ke kediri.", jawab beliau dgn suara yang hampir menangis
"Kaaak, papuk ocha......"
"Ocha, ocha yang sabar nggih. Papuq sudah ninggalin kita, InsyaAllah beliau pulang dalam keadaan yang Baik. Allah ndak mau liat papuq sakit lagi."
"Sekarang keluarga sedang mengurus kepulangan papuq ke kediri. Ocha tunggu sebentar nggih."
*telepon terputus*
Teriak dan menangis.
Sangat histeris, hingga si bibik langsung lari dan tetangga pun berdatangan.
Saya tidak bisa berbicara panjang lebar.
Saya ingat, saat itu saya hanya menangis dan memanggil "papuq.."
Dan saya rasa, mereka semua mengerti.
Sesampainya di Pelowok kediri,
Ketika turun depan gerbang utama, Rumah Papuq sangat ramai tidak seperti biasa.
Suara tangis, berkumpulnya orang berpakaian putih sudah cukup menjelaskan apa yang sedang terjadi.
Langkah saya terasa berat, utk berjalan pun harus dituntun oleh Keluarga.
Mamah datang, memeluk dalam tangis.
Tidak pernah saya rasakan mamah sesedih itu.
Pelukannya terasa sangat kuat seraya mengucapkan
"Papuq'e wah ndeq araq chaa... Tebilinte ite.....Tebilinte naakk..."
Untuk terakhir kalinya,
Saya memandang wajah papuq mame.
Wajah yang teduh, wajah yang ketika melihatnya pasti merasa tenang.
Wajah orang yang tak kenal marah.
-----
(sekitar tahun 2000)
Kak Ulya dan saya adalah dua cucu pertama papuq.
Kami lahir hanya beda 4 bulan.
Kami selalu bersama sejak kecil, sekolah ditempat sama, janjian ke rumah papuq dan bermain bersama.
Ketika diberi hadiahpun selalu sama. Anting yang sama, cincin yang sama.
Bisa dikatakan bahwa kami berdua sangat dekat dan dimanja oleh papuq.
Papuq nine dan Papuq Mame bekerja sebagai petani.
Pagi ke sawah atau kebun, mengawasi pekerjaan para pekerja lainnya.
Ketika musim rambutan tiba, kami sekeluarga besar akan piknik ke kebun.
Membuat soto, rujak, dengan menggelar tikar di tengah-tengah kebun.
Setiap pagi hari ketika kami menginap, Papuq akan membangunkan utk shalat subuh dan mengajak kami jalan-jalan ke Montong Are mengengok sawah.
Pulangnya, kami melewati sungai utk melihat org memandikan kerbau dan melewati kampung-kampung utk menyapa setiap orang yang kami temui.
Dirumah papuq terdapat 2 kamar mandi besar utk sekeluarga.
Ketika kami menginap, antrian jadi semakin panjang.
Tidak jarang kami para anak kecil (ocha dan Ulya) mandi di luar (ada 2 ledeng besar diluar).
Mungkin karena melihat cucu beliau yang semakin besar, Beliau berinisiatif untuk membuat kamar mandi tambahan.
Harus dua.
Satu untuk ulya, satu untuk ocha.
"Tepiaqan oca kance ulya jeding leq timuq. Pade-pade sekeq."
Tidak hanya itu, Papuq mame sangat senang membuatkan kami mainan.
Suatu ketika kami berdua menginap di rumah papuq, Sudah ada ayunan yang dibuat dari Ban Mobil bekas di sebelah timur rumah.
Lagi-lagi terdapat 2 buah ayunan, untuk ocha dan ulya.
Mengapa tidak satu? Mungkin alasan beliau agar kami tidak berebut.
Beliau sangat berharga bagi kami.
Terlebih bagi saya yang saat itu hanya hidup bersama satu kakek.
Kakek dari bapak, TGH Mustafa Al-Kholidy meninggal pada tahun 1974 dimana saat itu bapak kelas 3 SD.
Dari kecil saya hanya mendengar cerita tentang bagaimana gigihnya beliau dalam berdakwah dan suri tauladan beliau.
Saya hanya pernah melihat beliau dari foto2 yang ada hingga saat ini.
-----
Bagaimana tidak kami merasa sangat kehilangan.
Kehilangan beliau tepat satu bulan sebelum saya pergi sekolah di Pondok Pesantren Modern Islam As-Salaam, Solo.
Ketika di Pesantren pun, selain mengingat mamah-bapak-adik, saya tidak pernah berhenti memikirkan beliau.
Saya banyak berpikir "Seandainya..."
Seandainya saya sudah jadi dokter.
Seandainya saya memahami sakit papuq.
Papuq,
Yang saya tau dikatakan memiliki Tumor KGB (wallahu a'lam)
Saya masih sangat kecil saat itu dan belum mengerti.
Papuq yang badannya bugar, mjd kurus.
Segala macam metode pengobatan kami coba demi kesembuhan papuq.
Berkali bolak-balik ke RS Sutomo di Surabaya untuk berobat.
Beberapa kali menjalani kemo di RSI Siti Hajar Mataram.
dan terakhir berada di ICU RSUP NTB saat itu.
Beliau sangat kuat,
Beliau sangat indah sabarnya,
Beliau tetap perhatian meski dalam kondisi kurang sehat.
Banyak teladan yang beliau wariskan pada anak-anaknya.
Banyak pesan yang dititipkan masih teringat hingga sekarang.
Semenjak kehilangan beliau, keinginan untuk menjadi Dokter semakin Bulat.
Ingin mempelajari penyakit yang dialami papuq mjd salah satu penguatnya.
Jangan sampai ada keluarga yang sakit lagi,
Jangan sampai karena ketidaktahuan saya, saya membiarkan keluarga saya yg sakit tidak berobat atau memilih metode pengobatan yang salah.
Papuq,
Kamis 10 Januari 2019 kemarin, cucu papuq sudah selesai menunaikan kewajiban dan resmi menjadi dr. Syahidatul Kautsar
Ocha akan berusaha menjaga keluarga sebisa ocha, puq.
Semoga Allah mengampuni dosa papuq dan menempatkan papuq di Tempat Terbaik di SisiNya.
Allahummaghfirlahu wahamhu wa'afihi wa'fuanhu.
Meski tidak bertemu raga papuq lagi, semoga do'a kami selalu tersampaikan.
Kami menyayangi papuq..
Jogjakarta,
29 Januari 2019.
x


No comments:
Post a Comment